KONSEP KOMUNAL RELIGIUS SEBAGAI BAHAN UTAMA DALAM PEMBENTUKAN UUPA DAN DAMPAKNYA TERHADAP PENGUASAAN TANAH ADAT DI BALI

Authors

  • I Made Suwitra Fakultas Hukum Universitas Marwadewa Jl. Terompong No 24 Tanjung Bungkak Denpasar Bali

DOI:

https://doi.org/10.30742/perspektif.v15i2.51

Keywords:

Komunal religius, ayahan, konversi, Communal religious, conversion

Abstract

Konsep komunal religius merupakan salah satu hasil penuangan hukum adat sebagai bahan utama dalam pembentukan UUPA, di samping  asas-asas, dan lembaga hukum serta sistem pengaturan yang menjadi isi politik Hukum Tanah Nasional. Dalam hukum adat mengenai tanah, konsep komunal religius mengandung makna, bahwa tanah ulayat diyakini sebagai anugerah dari kekuatan gaib dan sebagai milik bersama. Hak milik pribadi hanya berlaku dalam pengertian hak memperoleh dan mengurus atau mengelolanya. Konsep ini kemudian diimplementasikan dalam UUPA dengan bentuk penguasaan tanah secara individual, dengan hak-hak atas tanah yang bersifat pribadi, sekaligus mengandung unsur kebersamaan (Pasal 16 jo Pasal 20, Pasal 6 UUPA). Jadi regulasinya direfleksikan untuk lebih diarahkan pada pendaftaran hak perorangan atas tanah. Dampaknya status “ayahan” yang awalnya melekat pada tanah-tanah adat yang dikuasai secara individu akan hilang karena tanah tersebut telah didaftarkan melalui konversi.

The concept of communal religious is one of the pouring of customary law as the main ingredient in the formation of the BAL, in addition to the principles, institutions and legal and regulatory system that became the political content of the National Land Law. In the customary law of the land, the concept of communal religious meaning, that the lands believed to be the gift of supernatural powers and as belonging together. Private property is only valid in the sense of rights to obtain and administer or manage. This concept is then implemented in the BAL with the form of individual land ownership, with rights over land that is private, as well as an element of togetherness (Article 16 in conjunction with Article 20, Article 6 BAL). So regulation is reflected to be more focused on individual rights to land registration. The impact the status of “ayahan” which was originally attached to the customary lands which are held by an individual will be lost because the land has been registered through the conversion.

References

Ali, Chidir. (1979). Yurisprudensi Indonesia tentang Hukum Agraria. Binacipta. Bandung.

Ardiwilaga, R. Roestandi. Dalam Aslan Noor. (2006). Konsep Hak Milik Atas Tanah Bagi Bangsa Indonesia ditinjau dari Ajaran Hak Asasi Manusia. CV. Mandar Maju. Bandung.

Earl Babbie. (1999). The Basics of Social Research. Wadsworth Publishing Company. Amerika.

Boedi Harsono. (2003). Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan UUPA Isi dan Pelaksanaannya. Jilid I Hukum Tanah Nasional, Cetakan Kesembilan (Edisi revisi). Djambatan. Jakarta.

Soesangobeng, Herman. (2000). “Pendaftaran Tanah Ulayat di Sumatera Barat dengan Contoh Pilot Proyek Pendaftaran Tanah di Desa Tiga Jangko, Kecamatan Lintau Buo, Kabupaten Tanah Datar”. Dalam Himpunan Makalah dan Rumusan Workshop Tanah Ulayat di Sumatera Barat yang diselenggarakan oleh Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Sumatra Barat pada Tanggal 23-24 Oktober 2000di Padang. H. Syofyan Jalalludin. Ed. Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Sumatera Barat.

Oloan Sitorus dan H.M. Zaki Sierrad. (2006). Hukum Agraria di Indonesia Konsep Dasar dan Implementasi. Cetakan Perdana. Mitra Kebijakan Tanah Indonesia. Yogyakarta.

Oloan Sitorus. (2004). Kapita Selekta Perbandingan Hukum Tanah, Cetakan Perdana. Mitra Kebijakan Tanah Indonesia. Yogyakarta.

Nurjaya, I Nyoman. (2006). Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Antropologi Hukum, Cetakan I. Kerjasama Progran Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Unibraw, ARENA HUKUM Majalah Fakultas Hukum Universitas Brawijaya dengan Penerbit Universitas Negeri Malang (UM PRESS. Malang).

Hatta, H. Mohammad. (2005). Hukum Tanah Nasional dalam Perspektif Negara Kesatuan, Cetakan I. Media Abadi. Yogyakarta.

Soemitro, Ronny Hanitijo. (1983). Metodologi Penelitian Hukum. Cetakan Pertama. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Setiawan, K Oka. (2003). “Hak Ulayat DeAdat Tenganan Pegrinsingan Bali Pasca UUPA”. Cetakan I. Disertasi.sa Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Jakarta.

Simpen, IW. (1985). Kamus Bahasa Bali. PT. Mabhakti. Denpasar

Ibrahim, Johnny. (2006). Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Edisi Revisi. Cetakan Kedua. Bayumedia Publishing, Malang Jawa Timur

Jazim Hamidi. (2005). Hermeneutika Hukum, Teori Penemuan Hukum Baru dengan Interpretasi Teks, Cetakan Pertama. UII Press. Yogyakarta.

Soesang Obeng, Herman. (1975). Pertumbuhan hak milik individuil menurut hukum adat dan menurut UUPA di Jawa Timur.

_______. (2000). “Pendaftaran Tanah Ulayat di Sumatra Barat dengan contoh Pilot Proyek Pendaftaran Tanah di Desa Tiga Jongkok Kecamatan Lintau Buo Kabupaten Tanah Datar”. Dalam Himpunan Makalah dan Rumusan Workshop Tanah Ulayat di Sumatra Barat. H. Sofyan Jalaluddin. Ed. Kantor Wilayah Badan Pertanhan Provinsi Sumstera Barat.

Supomo, R. (1983). Hubungan Individu dan Masyarakat dalam Hukum Adat. Cetakan ke-4. Pradnya Paramita. Jakarta

Suwitra, I Made. (2009). “Eksistensi Hak Penguasaan dan Pemilikan Atas Tanah Adat di Bali dalam Perspektif Hukum Agraria Nasional”. Disertasi. Program Doktor ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Brawijaya. Malang.

Suwitra, I Made. (2005). “Tugas Prajuru Adat dalam mengatur tanah adat khususnya tanah telajakan dalam konsep menuju Bali yang ajeg”. Kertha Wicaksana. Fakultas Hukum Universitas Warmadewa. Denpasar.

Peraturan Perundang-Undangan:

Ketetapan MPR RI Nomor IX/MPR /2001 tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.

Undang-Undang Dasar 1945 Perubahan pertama, kedua, ketiga, dan keempat.

Burgerlijk Wetboek. 1961. Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Terjem. R. Soebekti dan R. Tjitrosudibio. Cetakan keempat. Pradnya Paramita. Jakarta.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 1963 tentang Penunjukan Badan-Badan Hukum yang dapat mempunyai Hak Milik Atas Tanah.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan.

Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional No.1/1999 tentang Tata Cara Penanganan Sengketa Pertanahan.

Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional No.3/1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Negara.

Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional No.5/1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat.

Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional No.9/1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.

Surat Keputusan menteri Dalam Negeri No. SK 556/DJA/1986 tentang Penunjukan Pura sebagai Badan Hukum Keagamaan yang dapat mempunyai Hak milik Atas Tanah.

Surat Keputusan menteri Dalam Negeri No. 61 Tahun 1979 tentang Team Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No.3-V-2002 tentang Pembatalan Sertifikat.

Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Bali Nomor 06 Tahun 1986 tentang Kedudukan, Fungsi dan Peranan Desa Adat sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat dalam Propinsi Daerah Tingkat I Bali.

Peraturan Daerah Propinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001 Jo Nomor 3 Tahun 2003 tentang Desa Pakraman.

Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Bali Nomor 2 Tahun 1992 tentang Pemakaian tanah yang dikuasai oleh Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Bali.

Keputusan Bupati Badung No. 637 Tahun 2003 tentang Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Kuta Utara.

Awig-Awig Desa Adat Ngis Kecamatan Manggis Kabupaten Karangasem. 1988.

Downloads

Published

2010-04-27