KEDUDUKAN HIRARKI PROSEDUR TETAP BAGI ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DALAM MENANGANI KERUSUHAN MASSA DAN HUBUNGANNYA DENGAN HAM

Authors

  • W.M. Herry Susilowati Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Semarang Jl. Pawiyatan Luhur Bendan Dhuwur Semarang
  • Noor Tri Hastuti Fakultas Hukum, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, Jl. Dukuh Kupang XXV No. 54, Surabaya

DOI:

https://doi.org/10.30742/perspektif.v16i1.65

Keywords:

Kedudukan hirarki, Prosedur Tetap, Kepolisian Republik Indonesia, kerusuhan massa, dan Hak Asasi Manusia, Position hierarchy, Procedures and Equipment, the Indonesian National Police, mass riots, and Human Rights

Abstract

Konsekuensi logis dari ditetapkannya konsep Negara hukum, bahwa segala penyelenggaraan pemerintahan harus berdasarkan hukum (baik hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis). Dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan dikenal bentuk-bentuk instrument hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan, peraturan kebijakan, keputusan tata usaha negara, rencana bahkan bentuk peraturan intern (Interne Regeling). Kepolisian Republik Indonesia, sebagai pengayom, pelindung, dan penjaga ketertiban dan ketentraman masyarakat, dalam menjalankan tugasnya selalu bersinggungan dengan masyarakat (Hak). Dalam konteks polisi sebagai penjaga ketertiban juga wajib melaksanakan tugasnya yang didasarkan pada ketentuan peraturan hukum. Protap sebagai salah satu interne regeling yang secara hirarki peraturan mengikat pada setiap anggota polisi. Disisi lain, Protap tentang Prosedur Penindakan huru-hara, secara substansi bersinggungan dengan undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. Oleh sebab itu secara substansi materi muatan Protap harus berdasar pada Undang-Undang HAM juga. Hal ini mengingat bahwa kedudukan Protap sebagai peraturan pelaksana dari berbagai undang-undang yang berkaitan dengan bidang tugas anggota Polri dalam menangani huru-hara. Sehingga hirarki protap adalah sebagai verordnung yang tegas-tegas tidak boleh bertentangan dengan segala bentuk peraturan hukum yang ada di atasnya.

Logical consequence of the enactment of the concept of rule of law, that all of government must be based on the law (both written law and unwritten law). In the implementation of governance known forms of legal instrument in the form of legislation, regulatory policies, a decision of the State, even plan form of internal regulation (Interne Regeling). Indonesian Police, as guidance as, protective, and maintain order and peace of society, in performing its duties is always tangent to the public (right). In the context of the police in to maintain order also required to carry out their duties based on the provisions of the rule of law. SOP as one of the interne regeling the hierarchical rules binding on every member of the police. On the other hand, standard operating procedure regarding enforcement procedures riot, substantially interfere with the law No. 39 Year 1999 on Human Rights. Therefore, in substance the substance of standard operating procedure should be based on human rights law as well. This is considering that the position of standard operating procedure as the implementing regulations of the various laws relating to field duty police officers in handling the riots. So the hierarchy of standard operating procedure is as verordnung strictly must not conflict with any existing legal regulations on it. 

References

Bagir Manan dan Kuntana Magnar, (1997). Beberapa Masalah Hukum Tata Negara Indonesia, Alumni, Bandung.

Barda Nawawi A. (2001). Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

______, (1998).Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Djunaidi Maskat H. (1994). Kepemimpinan Efektif Di lingkungan Polri, Secapa Polri Sukabumi.

Kunarto dan Anton Tabah, (1995). Polisi Harapan dan Kenyataan, CV. Sahabat, Klaten

Momo Kelana, (1984). Hukum Kepolisian, Cetakan Keempat, Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Jakarta.

Mulyana W. Kusumah, (1998). Perspektif, Teori dan Kebijaksanaan Hukum.

Untung S. Radjab, (2003). Kedudukan dan Fungsi Polisi Republik Indonesia dalam Sistem Ketata-negaraan, CV. Utama, Bandung.

Wirjono Prodjodikoro, (2003). Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, Refika Aditama, Bandung.

Kamus:

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (2003). Edisi Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta.

Yan Pramadya Puspa, (1977). Kamus Hukum, Edisi Lengkap, Aneka Ilmu, Semarang

Peraturan Perundang-undangan:

Undang-Undang Dasar 1945 Setelah Amandemen, Bina Pustaka Tama, Surabaya, 2002.

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Dimuka Umum.

Undang-undang No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Keputusan Presiden Nomor 70 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Surat Keputusan Kepolisian Republik Indonesia Nomor 1567 Tahun 1998 Tentang Naskah Sementara Buku Petunjuk Lapangan Penindakan Huru Hara.

Prosedur Tetap /01/VII/2001 tentang Penanggulangan Kerusuhan Massa.

Prosedur Tetap /01N/2004 tentang Tindakan Tegas Terukur Terhadap Perbuatan Anarki.

Surat Kabar:

Jawa Pos, tanggal 4-6 Mei 2004.

Downloads

Published

2011-01-27