OTONOMI DAERAH: ANTARA DEMOKRATISASI DAN POLITIK BIROKRASI
Abstract
UU No. 5 Tahun 1974, sebagai indikator pengatur otonomi daerah tidak terlepas dari ambivalensi kepentingan. Di satu sisi hendak mengangkat kepentingan rakyat (daerah), disisi lain juga mencerminkan adanya kepentingan penguasa (pusat). Dus, tolak tarik semangat demokrasi dan birokrasi. Demokrasi merupakan sebuah konsep, ajaran sekaligus azas yang bersifat relatif, kontekstual dan dinamis. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan secara nyata dan bertanggungjawab sesuai dengan arah pemilihan politik dan kesatuan bangsa. Kadar penerapan prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintah di daerah dapat diukur melalui variabel fungsi, diskresi dan variabel akses.
Keywords
Full Text:
PDFReferences
Ahmad Daud Busroh, Capita Selekta Hukum Tata Negara, Jakarta: Bhinneka Cipta, 1994.
Belza Peldi Taher, Demokrasi Politik, Budaya dan Ekonomi, Jakarta: Temprint, 1994.
Franz Magnis Suseno, Mencari Sosok Demokrasi, Telaah Filosofis, Jakarta: Gramedia, 1995.
Miftah Thoha, Beberapa Aspek Kebijakan Demokrasi, Yogya: Media Widya Mandala, 1992.
Koentjoro Poerbopranoto, Sistem Pemerintahan Demokrasi, Jakarta: Eresco, 1978.
Mochtar Mas’ud, Politik, Birokrasi dan Pembangunan, Yogya: Pustaka Pelajar, 1994.
Marsono, Himpunan Peraturan Pemerintahan di Daerah, Jakarta: Djambatan, 1986.
Muh. Mahfud, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, Yogyakarta: Liberty, 1993.
Priyo Budi Santoso, Birokrasi Pemerintah Orde Baru, Jakarta: Rajawali, 1995.
Tjahyo Supriatna, Sistem Administrasi Pemerintah di Daerah, Jakarta: Sinar Grafika, 1994.
Satjipto Rahardjo, Hukum dan Birokrasi dalam Masalah-masalah Hukum, 4/1989, 22-27.
DOI: http://dx.doi.org/10.30742/perspektif.v2i1.125
Refbacks
- There are currently no refbacks.
PERSPEKTIF is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
Secretariat: |
p-ISSN: 1410-3648 |
e-ISSN: 2406-7385 |