PELAKSANAAN PENDELEGASIAN WEWENANG BUPATI KEPADA CAMAT DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

Authors

  • Riko Eka Kusuma Program Studi Magister Sains Hukum dan Pembangunan Universitas Airlangga Surabaya

DOI:

https://doi.org/10.30742/perspektif.v19i2.15

Keywords:

pendelegasian wewenang, Camat, Pemerintahan Daerah, delegation of authority, Head, Regional Government

Abstract

Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sebagai penjabaran Pasal 18, membawa berbagai perubahan baru dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Undang-undang ini telah mengubah secara mendasar praktek-praktek pemerintahan, salah satunya adalah menyangkut kedudukan, tugas pokok dan fungsi Kecamatan. Perubahan tersebut membawa akibat berubahnya bentuk organisasi, pembiayaan, pengisian personil, pemenuhan kebutuhan logistik dan akuntabilitasnya, selain perubahan mengenai definisi Kecamatan itu sendiri. Sebelumnya, Kecamatan merupakan wilayah administratif dalam rangka dekosentrasi yakni lingkungan kerja perangkat pemerintah yang menyelenggarakan pelaksanaan tugas pemerintahan umum di daerah, sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008, Pasal 126 Pasal 3, yakni Kecamatan merupakan perangkat daerah Kabupaten atau Kota dalam rangka asas desentralisasi. Menegaskan, apabila dulu dalam kerangka asas dekosentrasi Kecamatan merupakan salah satu wilayah administrasi pemerintahan, selain Nasional, Propinsi, Kabupaten dan Kotamadya, maupun Kota Administratif. Namun, pada saat sekarang ini Kecamatan adalah wilayah kerja dari perangkat daerah. Dapat dikatakan pula bahwa Kecamatan bukan merupakan wilayah kekuasaan, akan tetapi Kecamatan adalah wilayah pelayanan.

Since the enactment of Law No. 12 Year 2008 on The Second Amendment to Law Number 32 Year 2004 on Regional Government, as an interpretation of Article 18, to bring new changes in governance in the region. This law has fundamentally changed the practices of government, one of which is related to the position, duties and functions of the District. The changes were brought as a result of changing the shape of the organization, financing, charging personnel, logistics fulfillment and accountability, in addition to changes in the definition of the township itself. Previously, the District is an administrative region in the context of the work environment that is deconcentration government that organizes the implementation of tasks in the area of public administration, while according to Law No. 12 of 2008, Article 126 Section 3, that the District is the district/city in the context of the principle of decentralization. That is, if used within the framework of the principle of deconcentration districts is one of the administrative area, in addition to national, provincial, district and municipality, as well as administrative city. However, at the present time is the working area of the districts of the region. It can be said also that districts not a territory, but district sareservice areas.

References

Buku:

Budirdjo, Miriam. 2010. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Fachruddin, Irfan. 2004. Pengawasan Peradilan Administrasi terhadap Tindakan Pemerintah. Bandung: Sinar Grafika.

J.G., Brouwer. 1998. A Survey of Dutch Administrative Law. Nijmegen: Ars Aeguilibri.

Joeniarto. 1992. Perkembangan Pemerintahan Lokal. Jakarta: Bina Aksara.

Kausar, As, Msi. 2005. Kedudukan Camat dalam Penyelenggaraan Tugas-tugas Umum. Jakarta: Grafindo Persada.

Marzuki, Peter Mahmud. 2009. Penelitian Hukum. Jakarta: Interpratama Offset.

Muslimin, Amrah. 1986. Aspek-Aspek Hukum Otonomi Daerah. Bandung: Alumni.

Setyawan, Dharma Salam. 2002. Manajemen Pemerintahan Indonesia. Jakarta: Djambatan.

Siswanto, Sunarno. 2006. Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.

Soejito, Irwan. 1990. Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Jakarta: Rineka Cipta.

Supriyatna, Tjahya MS. 2000. Sistem Administrasi Pemerintahan di Daerah. Bandung: Bumi Aksara.

Wasistiono, Sadu. 2003. Kapita Selekta Manajemen Pemerintahan Daerah. Bandung: Fokusmedia.

Wijk H.D., Van dalam Lukman Hakim. 2012. Filosofi Kewenangan Organ dan Lembaga Daerah. Malang: Setara Press Anggota Ikapi

Peraturan Perundang-undangan:

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah.

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.

Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2007 tentang Pentunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 56 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah.

Skripsi dan Tesis:

Ateng Syafrudin. Menuju Penyelenggaraan Pemerintahan Negara yang Bersih dan Bertanggungjawab. Jurnal Pro Justisia Edisi IV. Bandung: Universitas Parahyangan. 2000.

Mulyosudarmo, Suwoto. Kekuasaan dan Tanggung Jawab Presiden Republik Indonesia, Suatu Penelitian Segi-Segi Teoritik dan Yuridis Pertanggungjawaban Kekuasaan. Surabaya: Fakultas Hukum Strata S1 (satu) Universitas Airlangga. 1990.

Sajim Sastrawan, Keberadaan Pemerintah Kecamatan sebagai Lembaga Daerah, Tesis Magister Hukum. Universitas Mataram. 2006.

Sri Wahyuninngsih. Tesis. Pelimpahan Kewenangan Kepala Daerah Kepada Camat di Kabupaten Lombok Barat. Mataram: Strata S2 (dua) Fakultas Hukum Universitas Mataram. 2011.

Naskah Akademik dan Makalah:

Naskah Akademik Pemerintahan Daerah Revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

http://muchsinal-mancaki.blogspot.com/diakses09-04-2012/hambatan-pelimpahan-wewenang-bupati.html

Rusadi Kantaprawira Makalah Hukum dan Kekuasaan. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia. 1998.

Downloads

Published

2014-05-01

Issue

Section

Articles