KEDUDUKAN HAK MEWARIS PEREMPUAN DARI HARTA BERSAMA DALAM HUKUM ADAT SASAK

Authors

  • Rr. Cahyowati Cahyowati Fakultas Hukum, Universitas Mataram, Jl. Majapahit No.62, Gomong, Selaparang, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat

DOI:

https://doi.org/10.30742/perspektif.v15i2.48

Keywords:

Hak Mewaris, Perempuan, Hukum Adat Sasak, inheritance rights Women, Customary Law Sasak

Abstract

Perempuan mempunyai kedudukan mewaris dari harta bersama, menurut Hukum Adat Sasak, karena dalam perkawinan mempunyai andil besar dalam mengumpulkan harta bersama dengan suami, mulai dari mencari, memutuskan membeli barang, mengelola, dan pengalihan barang yang sudah dibeli Yang berhak menerima warisan dari harta bawaan suami, istri, atau harta bersama sebagian besar menjawab anak. Domain hukum adat, yaitu; Pertama, tempat (desa), waktu (kala), dan keadaan (patra), yang mempengaruhi pembagian warisan. Kedua, Laki-laki yang memperoleh bagian warisan yang besar, kurang memahami arti “bagian besar” yang diterimanya, “bagian yang besar” berbanding lures dengan kewajiban yang dipikul. Ketiga, Kenyataan di lapangan menunjukkan, perempuan yang merasa kurang diuntungkan dengan pembagian warisan yang sudah dilakukan dengan jalan musyawarah, tidak banyak yang menuntut pembagian warisan dari harta bersama, karena takut di lepaskan dari kekerabatan.

The women have right to inherit from the marital properties based on the Adat Sasak Law because they have the importance role in collecting those properties with their husbands in fraying, deciding, managing and transferring those property, the children are beneficaries of their parents who most enttitle to bequeth the individual and the marital properties of their parents, the barrier faced by the women beneficiaries in Adat Sasak Law are: (1) the domein of adat law, namely space (desa), time (kala), and circumstances (patra) affecting in deviding those inheritance; (2) the men (in the case the sons) obtaining the larger share are not understand the sense of the larger share. In Adat Sasak Law the larger share are linear to the duties and liabilities for those men; (3) the reality in the field shows the women obtaining the unadvantege share decided by unanimous decision did not appeal to this decision because the fear to be alienated from their clans.

References

Ali Zainuddin, (2008). Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta.

Rumingsih,Ratna (1990). “Kedudukan Anak Wanita Dalam Hukum Waris Adat Sasak di Kota Administratif Mataram”, Laporan Penelitian, Fakultas Hukum Unram, Mataram.

Mudiyat Imam, (1978). Hukum Adat Sketsa Azas, Liberty Yogyakarta.

Salman Otje, (1993). Kesadaran Hukum Masyarakat terhadap Hukum Waris, Penerbit Alumni, Bandung.

Syapruddin Lalu, (1998). “Kedudukan Wanita Menurut Hukum Keluarga dan Hukum Waris Adat Setelah Berlaku Kompilasi Hukum Islam (Studi pada Suku Sasak di Pulau Lombok), Tesis, Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

Syapruddin Lalu, (2005) “Prinsip-prinsip Dalam Hukum Adat Sasak”, Makalah, Disampaikan pada Seminar Hukum Adat di Universitas 45 Mataram.

Sutrisni, Sri, (1997). “Perlindungan Hukum Bagi Wanita Sasak dalam Penetapan Warisan”, Laporan Penelitian, Fakultas Hukum Unram, Mataram.

Sejarah dan Monografi Sembalun, (2006). Kecamatan Sembalun Lombok Timur.

Profil Desa Bentek Tahun (2007).

Profil Desa Bonjeruk Tahun (2007).

Awiq-awiq Kerame Adat Orong Panasan, Desa Bentek-Lombok Utara.

Downloads

Published

2010-04-27