PENGATURAN MENGENAI PESAWAT UDARA MILITER MENURUT HUKUM UDARA INTERNASIONAL

Authors

  • Eva Johan Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Serang Banten

DOI:

https://doi.org/10.30742/perspektif.v15i3.55

Keywords:

wilayah udara, pesawat terbang, pelanggaran, air territory, aircraft, violation

Abstract

Pada dasarnya, udara wilayah negara ditutup untuk pesawat negara lain. Tidak ada pesawat bisa terbang di atas wilayah lain atasnya negara atau tanah tanpa otorisasi sebelum negara. Ini berarti setiap penerbangan dilakukan adalah melanggar wilayah udara negara lain. Karakteristik wilayah udara nasional sebagai media gerakan membuatnya sensitif untuk keamanan dan pertahanan negara di bawah (kolong Negara). Kelebihan dari wilayah udara untuk serangan militer, yakni kecepatan, jangkauan, surprice dan penetrasi, dapat dioptimalkan melalui media udara menggunakan pesawat. Untuk itu, setiap negara ruang keamanan wilayah udara standar ketat dan kaku.

Basically, air territory of a state is closed for other state aircraft. No state aircraft able to fly over territory of another state or land thereon without authorization before. It means every flight done is violating air territory of another country. The characteristic of national air territory as a movement media makes it sensitive for security and defense of the state beneath (negara kolong). The advantages of air territory for military attack, namely speed, range, surprice and penetration, could be optimized through air media using aircraft. In order that, every state dressing its security air territory standard strictly and rigidly.

References

Buku:

E. Suherman, (1983). Hukum Udara Indonesia dan Internasional, Alumni, Bandung.

Haanappel P.P.C, (1978). Ratemaking in International Air Transport, Kluwer, The Netherlands.

Hans Kelsen, (1961). General Theory of Law and State, Russel, New York, diterjemahkan dalam bahasa inggris oleh anders Wedberg.

JC. Cooper, (1947). The Right to Fly.

J.L. Briefly, (1963). The Law of Nations, Oxford University Press, Oxford, new York.

K. Martono, (1995). Hukum Udara, Angkutan Udara dan Hukum Angkasa, Hukum Laut Internasional, Mandar Maju, Bandung.

Markas Besar TNI AU, (2004). Doktrin TNI AU Swa Bhuwana Paksa, Jakarta

Markas Besar TNI , (2003). Buku Petunjuk Pelaksanaan OPSGAB TNI tentang Operasi Hanud Nasional, Jakarta.

Priyatna Abdurrasyid, (1972). Kedaulatan Negara di Ruang Udara, Air & Space Law Centre, Jakarta.

_________________, (2008). Beberapa Bentuk Hukum Sebagai Pengantar Menuju Indonesia Emas 2020, Fikahati Aneska kerjasama dengan BANI, Jakarta.

Soerjono Soekanto, (1986). Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta.

Wenceslas J. Wagner, (1970). International Air Transportation As Affected by State Sovereignty, Bruylant Bruxelles.

Yasidi Hambali, (1994). Hukum dan Politik Kedirgantaraan, Pradnya Paramita, Jakarta.

Konvensi/Perjanjian Internasional:

Convention Relating To The Regulation of Aerial Navigation 1919 (Konvensi Paris 1919).

Convention on International Civil Aviation 1944 (Konvensi Chicago 1944).

Annex 2 Konvensi Chicago 1944 tentang Rule of Air.

Peraturan Perundang-undangan:

Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.

Undang-undang No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara.

Undang-undang No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.

Undang-undang No. 34 tahun 2004 tentang TNI.

Website:

http://makaarim.wordpress.com/2008/11/28/strategi-pengelolaan dan pertahanan wilayah perbatasan udara republik indonesia/ , diakses tanggal 2 Juni 2009

http://www.tvone.co.id/mobile/read.php?id=15225, diakses tanggal 5 Juni 2009.

Downloads

Published

2010-07-27

Issue

Section

Articles