PEMERIKSAAN PERKARA PELANGGARAN LALU LINTAS BERDASARKAN PERMA NO. 12 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN PERKARA LALU LINTAS

Authors

  • Gatot Haryono Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Airlangga, Surabaya

DOI:

https://doi.org/10.30742/perspektif.v24i1.648

Keywords:

pemeriksaan perkara, pelanggaran lalu lintas, upaya hukum, examination of the cases, traffic violations, legal effort

Abstract

Proses penyelesaian perkara pelanggaran berdasarkan Perma No. 12 Tahun 2016 yaitu pelanggar cukup melihat secara online atau dapat melihat langsung di papan pengumuman yang ada di Pengadilan Negeri untuk mengetahui putusan atas pelanggaran yang telah dilakukan. Setelah pelanggar mengetahui hasil putusan hakim yang biasanya berupa denda yang harus dibayar, selanjutnya pelanggar dapat membayar denda tersebut ke Bank BRI atau membayar langsung ke Kejaksaan untuk selanjutnya mengambil barang bukti di Kejaksaan. Masih terdapat banyak kekurangan dalam penerapan Perma No. 12 Tahun 2012, salah satunya terkait dengan pelaksanaan penyelesaian perkara pelanggaran lalu lintas tanpa hadirnya pelanggar. Permasalahannya adalah bagaimana jika pelanggar yang ditilang tidak merasa bersalah, pelanggar tidak dapat melakukan pembelaan diri karena proses penyelesaian pelanggaran lalu lintas dilaksanakan tanpa kehadiran pelanggar. Sesuai Perma No. 12 Tahun 2016, upaya hukum berupa perlawanan (verzet) hanya dapat dilakukan ketika pidana yang dijatuhkan berupa pidana perampasan kemerdekaan dan bukan pidana denda. Jadi apabila hanya dikenakan pidana denda, maka pelanggar tidak dapat melakukan upaya hukum. Salah satu yang didapat dari penelitian ini, yaitu terhadap putusan (yang sudah berkekuatan hukum tetap) termasuk dan tidak terbatas pada putusan (verstek) perkara tilang yang menjatuhkan pidana denda, apabila pelanggar merasa keberatan, tentu ada upaya hukum yang dapat dilakukan, yaitu upaya hukum luar biasa (berupa Peninjauan Kembali).

The violation case settlement process is based on Perma No. 12 of 2016, offenders be able to see online, or directly on the notice board in the District Court to find out the results of the judge’s decision on violations that have been committed by the violator. After the violator knows the judge’s decision which is usually in the form of a fine that must be paid, then the violator can pay the fine to BRI Bank or pay directly to the prosecutor to then take the evidence at the prosecutor’s office. There are still many shortcomings in the application of Perma No. 12 of 2012, one of which is related to the implementation of settlement of traffic violation cases without the presence of violators. The problem is what if the ticketed offender does not feel guilty, the offender will not be able to defend himself because the process of resolving traffic violations is carried out without the presence of the violator. As per Perma No. 12 of 2016, legal efforts in the form of resistance (verzet) can only be carried out when the sentence imposed is in the form of a criminal offense of freedom and not a criminal fine. So if only a criminal fine is imposed, the offender cannot make a legal effort. One of the results of this study, which is on decisions (which have permanent legal force) includes and is not limited to verstek cases that impose criminal penalties, if the offender has objections, there is certainly a legal effort that can be taken, namely legal efforts extraordinary (in the form of a Review).

Author Biography

Gatot Haryono, Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Airlangga, Surabaya

Magister Ilmu Hukum Universitas Airlangga

References

Peraturan Perundang-Undangan:

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 12 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Lalu Lintas.

Surat Kesepakatan Bersama antara Ketua Mahkamah Agung, Menteri Kehakiman, Jaksa Agung, dan Kepala Kepolisian tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Pelanggaran Lalu lintas Jalan Tertentu yang ditandatangani pada 19 Juni 1993.

Buku:

Farouk Muhammad. (1999). Praktik Penegak Hukum (Bidang Lalu Lintas). Jakarta: Balai Pustaka.

M. Yahya Harahap. (2010). Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP. Cetakan ke 12. Jakarta: Sinar Grafika.

Tim Peneliti. (2015). Standarisasi Pengelolaan Perkara Pelanggaran Lalu Lintas di Pengadilan Negeri. Jakarta: Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia.

Jurnal:

Ari Purwadi. (1997). “Displin Lalu Lintas dan Problemanya”. Perspektif. Volume 2 No. 1 Tahun 1997 Edisi April. h. 13-22. DOI: http://dx.doi.org/10.30742/perspektif.v2i1.127

Website:

Agus Sahbani. (2016). “Perma Perkara Tilang Terbit, Ini Poin Yang Layak Anda Ketahui”. http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt585a7019e0a5d/perma-perkara-tilang-terbit--ini-poin-yang-layak-anda-ketahui, diakses pada tanggal 5 Juli 2017.

Downloads

Published

2019-01-30