PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN KLINIK KECANTIKAN ATAS PENGGUNAAN KOSMETIK RACIKAN DOKTER
DOI:
https://doi.org/10.30742/perspektif.v25i2.778Keywords:
Kosmetik Racikan, Klinik Kecantikan, Dokter, Perlindungan Konsumen, Formulated Cosmetic, Beauty Clinic, Doctor, Consumer ProtectionAbstract
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengenai peraturan meracik kosmetik dalam hukum Indonesia. Hal ini berkaitan dengan penggunaan kosmetik yang sudah menjadi bagian dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Kosmetik digunakan sebagai produk perawatan untuk menjaga kesehatan dan mempercantik diri, perkembangan kosmetik pun terbilang sangat cepat. Hal ini terbukti dengan munculnya berbagai macam jenis kosmetik, mulai dari kosmetik tradisional yang menggunakan bahan alami hingga kosmetik modern yang dibuat dengan teknologi canggih masa kini. Dengan pilihan yang beragam tersebut, membuat konsumen kosmetik lebih memilih produk kosmetik yang diracik oleh dokter pada klinik kecantikan dengan dasar rasa nyaman dan aman dalam penggunaannya. Namun dalam perkembangannya, kewenangan seorang dokter dipertanyakan dalam meracik kosmetik. Apabila kosmetik racikan dokter tersebut menimbulkan kerugian bagi konsumen, hal apa yang dapat dilakukan oleh konsumen. Penelitian ini merupakan penelitian Normatif. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa dokter tidak memiliki kewenangan untuk meracik kosmetik. Proses peracikan kosmetik hanya boleh dilakukan oleh tenaga kefarmasian yang terdiri dari Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian. Sehingga apabila konsumen merasa dirugikan, dapat mengajukan gugatan dengan dalil perbuatan melawan hukum, yang berdasar pada Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
This study aims to determine the regulations for formulating cosmetics in Indonesian law. This is related to the use of cosmetics which have become a part and cannot be separated from human life. Cosmetics are used as care products to maintain health and beautify themselves, the development of cosmetics is also very fast. This is evidenced by the emergence of various types of cosmetics, ranging from traditional cosmetics that use natural ingredients to modern cosmetics made with today’s sophisticated technology. With a variety of options, making cosmetic consumers prefer cosmetic products are formulated by doctors at a beauty clinic on the basis of convenience and security. However, in its development, the authority of a doctor has been questioned in preparing cosmetics. If the doctor’s formulations of cosmetics causes harm to consumers, what can consumers do to defend their rights. This is a Normative research. The result of this study is that doctors do not have the authority to formulate cosmetics. The process of formulating cosmetics can only be carried out by a pharmaceutical staff consisting of a pharmacist and pharmaceutical technical personnel. So that if consumers feel aggrieved, they can file a lawsuit on the basis of an illegal act, which is based on the Consumer Protection Law.
References
Peraturan Perundangan-undangan:
Kitab Undang-undang Hukum Perdata/Burgerlijk Wetboek voor Indonesie (Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23).
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821).
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4431).
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3781).
Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5044).
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2014 tentang Klinik (Berita Negara Tahun 2014 Nomor 232).
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1176/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Notifikasi Kosmetika (Berita Negara Tahun 2010 Nomor 397).
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 445/MenKes/Permenkes/1998 tentang Bahan, Zat Warna, Substratum, Zat Pengawet, dan Tabir Surya pada Kosmetika.
Peraturan Kepala BPOM RI Nomor HK.00.05.4.3870 tentang Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik.
Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 tentang Registrasi Dokter dan Dokter Gigi (Berita Negara Tahun 2012 Nomor 354).
Buku:
Adrian Sutedi. (2002). Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen. Bogor: Ghalia Indonesia.
Ahmadi Miru. (2011). Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Janus Sidabalok. (2006). Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Moh Anief. (1988). Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek. Yogyakarta: Gajah Mada Universitas Press.
Retno Iswari Tranggono. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jurnal:
Agus Yudha Hernoko. (2007). “Azas Proporsionalitas Sebagai Perwujudan Doktrin Keadilan Berkontrak”. Jurnal Perspektif. 12(3), 221-244.
H. Yunanto. (2011). “Pertanggungjawaban Dokter Dalam Transaksi Terapeutik”. Jurnal Law Reform. 6(1).
Website:
Bun, ‘My Horrific Post-Facial Experience. You Need To Read This’, https://www.bforbunbun.com/my-horrific-post-facial-experience-you-need-to-read-this/.
Downloads
Published
Issue
Section
License
Authors who publish with this journal agree to the following terms:
- Authors retain copyright and grant the journal right of first publication with the work simultaneously licensed under a Attribution-ShareAlike 4.0 International (CC BY-SA 4.0) License that allows others to share the work with an acknowledgement of the work's authorship and initial publication in this journal.
- Authors are able to enter into separate, additional contractual arrangements for the non-exclusive distribution of the journal's published version of the work (e.g., post it to an institutional repository or publish it in a book), with an acknowledgement of its initial publication in this journal.
- Authors are permitted and encouraged to post their work online (e.g., in institutional repositories or on their website) prior to and during the submission process, as it can lead to productive exchanges, as well as earlier and greater citation of published work (See The Effect of Open Access).
The Authors submitting a manuscript do so on the understanding that if accepted for publication, copyright of the article shall be assigned to jurnal PERSPEKTIF and Research Institutions and Community Service, Wijaya Kusuma Surabaya University as publisher of the journal.